Faktor Penyebab Infertilitas
Infertilitas menurut WHO adalah penyakit pada sistem reproduksi pria atau wanita yang didefinisikan oleh kegagalan untuk mencapai kehamilan setelah 12 bulan atau lebih dari hubungan seksual tanpa kondom secara teratur.1 Diperkirakan sekitar 1 dari 6 orang usia reproduksi diseluruh dunia mengalami infertilitas dalam hidupnya.
Infertilitas bisa primer atau sekunder. Infertilitas primer adalah ketika seseorang belum pernah hamil sama sekali, dan infertilitas sekunder adalah ketika setidaknya satu kehamilan pernah dialami.
Penatalaksanaan infertilitas meliputi pencegahan, diagnosis dan pengobatan infertilitas. Namun sayangnya akses yang sama dan adil terhadap perawatan kesuburan tetap menjadi tantangan di sebagian besar negara; terutama di negara-negara berpenghasilan rendah dan menengah. Penatalaksanaan infertilitas jarang diprioritaskan masuk dalam paket manfaat cakupan kesehatan universal nasional.
Penyebab Infertilitas
Penyebab infertilitas pada perempuan dapat disebabkan oleh berbagai hal, mulai dari kelainan di ovarium, uterus, tuba fallopii, masalah hormonal dan infertilitas yang tidak dapat dijelaskan.
Diagnosis infertilitas yang tidak dapat dijelaskan biasanya dibuat ketika pemeriksaan klinis gagal mengidentifikasi penyebab terganggunya kehamilan. Infertilitas yang tidak dapat dijelaskan mencakup beberapa kondisi heterogen, salah satunya adalah perempuan dengan infertilitas terkait usia. Perempuan dengan infertilitas terkait usia mungkin memiliki prognosis yang berbeda, dan perawatan yang berbeda dapat memberikan manfaat. Tetapi karena fekunditas menurun seiring bertambahnya usia, membedakan antara infertilitas yang tidak dapat dijelaskan dan infertilitas terkait usia menjadi semakin sulit seiring bertambahnya usia perempuan. Berdasarkan pendapat tersebut maka terbukti tingkat diagnosis yang positif palsu pada pasien infertilitas yang tidak dapat dijelaskan akan meningkat dengan cepat setelah usia 35 tahun.
Mengapa terjadi peningkatan angka infertilitas sejalan dengan bertambahnya usia perempuan? Kondisi ini dimulai sejak seorang perempuan masih ada dalam kandungan. Pada janin wanita, pembelahan sel germinal terhenti pada umur kehamilan + 20 minggu, sehingga pada saat dilahirkan bayi perempuan hanya mempunyai folikel primordial dalam jumlah tertentu. Saat lahir, anak perempuan lahir dengan sekitar 5 juta folikel primordial yang menurun menjadi sekitar 500.000 saat menarche. Kemudian pada setiap siklus menstruasi berikutnya, atresia folikel/ apoptosis berlanjut dan terjadilah penurunan folikel primordial menjadi sekitar 25.000 pada usia 37, dan 1000 pada saat mendekati menopause. Secara alami, ada penurunan fekunditas terkait usia, penurunan biasanya dimulai pada usia 32 dengan penurunan dramatis setelah usia 37 tahun. Dalam arti lain, tingkat fekunditas bulanan alami yaitu sekitar 25% antara 20 dan 30 tahun dan kemudian menurun menjadi di bawah 10% di atas usia 35.
Jumlah perempuan berusia lebih tua untuk menjalani pengobatan fertilitas di Indonesia meningkat. Penyebabnya adalah perkawinan yang terlambat dan menunda untuk hamil dan melahirkan anak, yang dipicu oleh beberapa faktor seperti melanjutkan pendidikan ke jenjang lebih tinggi, konsep suami/istri harus memiliki penghasilan atau keinginan perempuan untuk mengejar karir. Hal tersebut seringkali mengakibatkan infertilitas yang berkaitan dengan usia. Pentingnya usia perempuan berkaitan dengan kesuburan masih kurang dipahami, bahkan di kalangan perempuan yang berpendidikan. Ada anggapan dikalangan perempuan berpendidikan tinggi bahwa setelah usia lebih dari 35 tahun masih dengan mudah terjadi kehamilan. Peningkatan usia perempuan juga dikaitkan dengan masalah obstetri dan ginekologi. Peningkatan insiden seperti abortus spontan paling sering karena aneuploidi, juga disertai dengan meningkatnya komplikasi obstetri yang umum terjadi seperti preeklampsia, persalinan prematur, dan retardasi pertumbuhan intrauterin.
Penurunan cadangan ovarium dapat bersifat fisiologis (terkait usia) atau karena penurunan prematur cadangan folikelnya. Dokter perlu memahami pengaruh usia perempuan pada kesuburan dan memberikan saran yang tepat dengan memberikan rujukan sedini mungkin ke spesialis infertilitas bila diperlukan. Meskipun infertilitas didefinisikan sebagai ketidakmampuan untuk hamil setelah satu tahun hubungan seksual tanpa kondom, definisi ini perlu dimodifikasi pada wanita yang lebih tua. Pemeriksaan dan pengobatan harus dimulai lebih awal pada wanita 35 tahun atau lebih. Penilaian cadangan ovarium membantu dalam konseling serta menentukan terapi yang tepat. Ada juga perbedaan yang jelas antara penurunan cadangan ovarium yang fisiologis atau prematur, dimana prognosis lebih baik pada yang fisiologis dalam hal kehamilan klinis.
Menentukan besarnya cadangan ovarium pada perempuan adalah hal penting, dapat menentukan keberhasilan dalam pengobatan. Beberapa pemeriksaan pendahuluan dianjurkan untuk penilaian cadangan ovarium. Pemeriksaan antara lain:
1. Usia
Seperti telah disebutkan, usia merupakan faktor terpenting dalam menilai cadangan ovarium dan mencerminkan kuantitas dan kualitas oosit. Tetapi tidak ada cara yang diketahui untuk memperlambat atau membalikkan penurunan jumlah oosit ini sejalan dengan pertambahan usia. Selain penurunan jumlah, kualitas oosit juga ikut menurun. Mekanisme penurunan ini tidak diketahui, tetapi diyakini terkait dengan perubahan hormon yang bersirkulasi, khususnya peningkatan kadar hormon FSH yang disertai dengan penurunan kadar hormon anti-müllerian dan inhibin B.
Oosit berkualitas tinggi adalah kunci fertilitas. Terbukti kualitas oosit terkait erat dengan gen dalam oosit, yang lebih sering terkena dampak negatif akibat bertambahnya usia. Seiring bertambahnya usia perempuan, kemungkinan kelainan kromosom, khususnya aneuploidi juga meningkat. Kromosom aneuploidi sangat dipengaruhi oleh kualitas oosit. Hal ini mempengaruhi fertilitas karena kromosom aneuploidi adalah penyebab umum abortus dini, dan dikaitkan dengan sekitar 65 - 75% abortus dini dan sekitar 35% abortus spontan lainnya. Terjadinya aneuploidi sebagian besar disebabkan oleh nondisjunction meiosis karena perubahan spindel meiosis, tetapi sangat sedikit informasi mengenai bagaimana proses itu terjadi. Usia jelas terkait: pada ibu di bawah 25 tahun, ada tingkat sindroma down menjadi sekitar 2%, dan pada wanita lebih besar dari 35, risiko itu melonjak menjadi hampir 35%.
2. Kadar basal FSH serum
Pada perempuan dengan penurunan cadangan ovarium, kadar inhibin B yang rendah (terkait dengan massa sel granulosa berkurang) mengakibatkan peningkatan kadar FSH serum pada fase folikel awal (melalui mekanisme umpan balik). Selain itu, penurunan inhibin A pada fase luteal juga berkontribusi terhadap peningkatan kadar FSH selama transisi fase luteal-folikuler. Kadar FSH basal di atas 20 mIU /ml berkaitan dengan hasil yang buruk. Pada perempuan yang mengalami menstruasi secara teratur, variabilitas kadar FSH antar siklus kerap terjadi. Meskipun peningkatan kadar FSH basal memprediksi hasil oosit yang rendah, tapi bukan menjadi prediktor keberhasilan fertilisasi in vitro/in vitro fertilization (FIV/IVF). Sehingga kadar FSH serum berguna dalam konseling pasangan sebelum IVF, tetapi tidak boleh digunakan untuk kontraindikasi FIV.
3. Kadar basal E2 serum
Peningkatan kadar estradiol pada hari ke 2-3 dari siklus menstruasi berkaitan dengan hasil yang buruk, hal ini disebabkan dengan rekrutmen folikel yang cepat dan prematur dan yang berakibat menghilangnya penghambatan hipofisis pada wanita dengan cadangan ovarium yang buruk. Kadar estradiol basal memiliki nilai prediksi yang rendah untuk respons ovarium jelek dan kehamilan.
4. Hitung Folikel Antral
Menggunakan USG transvaginal pada hari ke 2-3 siklus, sangat baik untuk memperkirakan jumlah folikel antral (ukuran <10 mm) yang ada di kedua ovarium. Jumlah folikel antral (AFC) 4 atau kurang dikaitkan dengan penundaan program dan angka kehamilan yang rendah.
Hitung folikel antral juga dapat digunakan sebagai tes skrining untuk menilai respons ovarium yang rendah, tetapi bukan sebagai tes diagnostik untuk mengecualikan pasien dari program bayi tabung. Efek penekanan akibat pil kontrasepsi oral pada jumlah folikel antral juga perlu diperhatikan.
5. Kadar AMH
Hormon anti-Mullerian (AMH) diproduksi oleh sel-sel granulosa dari folikel antral dan preantral. Kadar AMH serum mencerminkan cadangan folikel primordial di ovarium. Kadar AMH tetap stabil selama masa dewasa, menurun saat menuju menopause. Variabilitas antar dan intra siklus AMH cukup rendah sehingga memungkinkan pengukuran setiap saat dalam siklus. Lebih penting lagi, kadar AMH tidak terpengaruh oleh pil kontrasepsi atau agonis GnRH.
Karena keuntungan ini, AMH semakin populer sebagai tes untuk cadangan ovarium dalam praktik klinis sehari-hari. Karena itu AMH bersama dengan AFC dianggap sebagai prediktor cadangan ovarium yang lebih baik.
Kecurigaan akan cadangan ovarium yang rendah biasanya ditatalaksana dengan menawarkan bayi tabung. Hal ini pada dasarnya dilakukan untuk mencegah keterlambatan dalam memulai pengobatan dan untuk mendapatkan oosit selagi masih dapat diambil. Siklus FIV secara alami atau dengan protokol stimulasi minimal juga dapat dianjurkan dalam situasi ini.
KESIMPULAN
Usia adalah faktor yang sangat penting berkaitan dengan fertilitas, dan bahkan dengan semua kemajuan dalam teknologi reproduksi berbantu, hal ini masih tetap menjadi penghalang sulit diatasi. Kesadaran masyarakat akan fakta ini penting karena penurunan fekunditas terkait usia membuat dokter dan pasangan berhadapan dengan pilihan pengobatan yang terbatas. Dari sudut pandang fertilitas yang sebenarnya, keterlambatan melahirkan anak sebaiknya dihindari. Pemeriksaan untuk menilai cadangan ovarium adalah alat prognostik yang baik tetapi sekaligus merupakan prediktor yang buruk dari hasil FIV.