Penanganan Kasus Dinding Rahim Tipis pada IVF
In vitro fertilization (IVF) atau fertilisasi in vitro (FIV) merupakan salah satu teknologi reproduksi berbantu yang dilakukan kepada pasangan memiliki kesulitan untuk hamil. Meskipun menjadi salah satu solusi dengan peluang kehamilan yang tinggi, terdapat beberapa kasus penyulit IVF, salah satunya ialah dinding rahim tipis. Dinding rahim yang tipis didefinisikan dengan ketebalan kurang dari 7 mm. Tipisnya dinding rahim dapat menghambat implantasi embrio, sehingga menurunkan peluang kehamilan dan dapat meningkatkan risiko terjadinya keguguran. Hal lain yang perlu diperhatikan untuk mendapatkan dinding rahim yang optimal ialah melihat pola dan juga aliran darah rahim. Maka dari itu, perlunya penanganan yang tepat untuk mengatasi kondisi ini untuk meningkatkan angka keberhasilan IVF.1 Pengobatan atau terapi yang dapat diberikan ialah stimulasi hormonal, seperti estrogen, aspirin, pentoxifylline, vitamin E, metode Platelet Rich Plasma (PRP), hingga terapi sel punca.
Stimulasi menggunakan obat-obatan hormonal seperti Estrogen, menjadi pilihan awal menebalkan dinding rahim. Penggunaan obat ini telah dilakukan beberapa penelitian randomized controlled trial (RCT). Salah satunya yang dilakukan oleh Wright et al., dilakukan penelitian yang membandingkan antara pasien menggunakan obat estrogen per oral lalu diubah menjadi estrogen per vaginam dengan pasien konsumsi progesterone per vaginam. Hasil menunjukkan angka kehamilan tinggi pada pasien konsumsi estrogen per oral menjadi per vagina. Namun, tidak ada perbedaan hasil akhir pada kedua percobaan.2
Aspirin merupakan salah satu pilihan juga karena manfaatnya yang meningkatkan aliran darah ke pembuluh darah pelvis dan sebagai anti trombotik. Terdapat meta analisis yang mengumpulkan banyak penelitian antara pemberian aspirin dengan placebo atau obat lainnya. Hasil dari penelitian tersebut menunjukkan tidak ada perbedaan signifikan dalam penebalan dinding endometrium. Akan tetapi beberapa penelitian tersebut menunjukkan pada pasien yang konsumsi aspirin terdapat peningkatan kehamilan.3
Obat lain yang dapat menebalkan dinding rahim ialah pentoxifylline yang merupakan golongan derivat methylcanthine. Pentoxifylline bekerja sebagai vasodilator, anti agregasi dan anti koagulan. Pemberian dapat dikombinasikan dengan vitamin E.4 Vitamin E sebagai anti oksidan dengan aktivitas anti koagulan dan meningkatkan vascular endothelial growth factor (VEGF). Terdapat satu RCT yang meneliti tentang efektivitas pemberian vitamin E pada pasien yang dinding endometriumnya tipis. Penelitian yang dilakukan oleh Cicek et al., menunjukkan hasil yang signifikan dalam penebalan dinding rahim yang tipis. Namun, dalam penelitian ini tidak ada data signifikan tentang angka implantasi ataupun kehamilan. Pemberian vitamin E dosis 400 IU/ hari per oral dibandingkan dengan tidak konsumsi vitamin E yang melakukan intra uterine insemination (IUI).5
Pemberian obat lain seperti Sildenafil, yang merupakan golongan 5-phosphodiesterase inhibitor secara oral atau per vaginam juga dapat membantu menebalkan dinding rahim. Sildenafil membantu efek vasodilatasi dari nitric oxide sehingga memperbaiki peredaran darah. Terdapat penelitian yang menguji pemberian sildenafil pada pasien dinding rahim tipis. Pada penelitian tersebut tidak ditemukan data signifikan pada penebalan dinding rahim maupun peningkatan peredaran darah.6
Salah satu terapi untuk menebalkan dinding rahim ialah dengan menggunakan metode Platelet Rich Plasma (PRP). PRP ialah konsentrat trombosit yang diperoleh dari darah pasien sendiri. Trombosit memiliki manfaat tinggi faktor pertumbuhan untuk meningkatkan aliran darah, mengurangi inflamasi, dan merangsang regenerasi jaringan, termasuk endometrium. Pasien akan diberikan obat stimulasi hormonal lalu disuntikkan PRP ke endometrium. Akan dilakukan pemeriksaan ulang dan dilakukan suntik yang kedua jika diperlukan. 48 jam setelahnya akan dilakukan pemeriksaan ulang. Jika tebal endometrium sudah sesuai dan didapatkan ada triple line, maka dapat diberikan obat hormonal lalu direncanakan embrio transfer.7
Beberapa penelitian menunjukkan PRP cukup efektif menebalkan dinding rahim. Studi oleh Chang et al., menunjukkan terdapat lima pasien melakukan IVF namun tidak merespons dengan baik setelah diberikan stimulasi hormonal. Pasien tersebut diputuskan untuk terapi PRP dan didapatkan tebal endometrium optimal dan dilakukan transfer embrio. Empat dari lima pasien hamil dan melahirkan tanpa ada penyulit.7,8
Granulocyte colony-stimulating factor (G-CSF), atau disebut sebagai colony-stimulating factor 3 (CSF 3), adalah suatu glikoprotein yang merangsang sumsum tulang belakang untuk memproduksi sel punca dan sel granulosit, melepaskan sel-sel tersebut ke dalam aliran darah. Dalam sebuah penelitian meta analisis dan sistematik review menunjukkan intrauterine G-CSF dapat menebalkan dinding rahim namun tidak ada data signifikan terkait dengan implantasi dan kehamilan.9
Salah satu tata tindakan lain yang dapat dilakukan adalah endometrial scratching. Endometrial scratching adalah tindakan memberikan luka minimal ke endometrium menggunakan instrumen seperti pipel dan ditemukan dapat meningkatkan parameter kehamilan pada pasien yang menggunakan teknik reproduksi berbantu. Intervensi ini ditemukan dapat mendisrupsi endometrium dan meningkatkan kemungkinan implantasi embrio. Mekanisme endometrial scratching memperbaiki implantasi embrio adalah dengan cara stimulasi lokal dari endometrium sehingga menginduksi desidualisasi. Selain itu terjadi proses penyembuhan yang meningkatkan makrofag, sel dendritik, dan sitokin proinflamasi. Telaah sistematis dari Kang et al menunjukan bahwa memperbaiki parameter reproduksi sehingga dapat meningkatkan kemungkinan implantasi.10
Ketebalan dinding rahim, pola, dan aliran darah merupakan parameter yang tampaknya penting dalam memprediksi ketebalan dinding rahim. Selama bertahun-tahun, beberapa pengobatan (stimulasi hormonal dengan estrogen, tindakan vasoaktif & pengobatan regeneratif) hanya mencapai sedikit perubahan pada ketebalan endometrium dan tingkat kehamilan selanjutnya. Kondisi ini masih menjadi tantangan & penelitian besar di masa depan diperlukan untuk lebih menjelaskan & pengelolaan optimal pasien dengan dinding rahim tipis.